[1]. Wajibnya Niat Puasa Wajib Sebelum Terbit Fajar
Jika telah jelas  masuknya bulan Ramadhan dengan penglihatan mata atau persaksian atau dengan  menyempurnakan bilangan bulan Sya'ban menjadi tiga puluh hari, maka wajib atas  setiap muslim yang mukallaf untuk niat puasa di malam harinya, hal ini  berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
"Artinya :  Barangsiapa yang tidak niat untuk melakukan puasa sebelum fajar, maka tidak ada  puasa baginya" [1]
Dan sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa  sallam.
"Artinya : Barangsiapa tidak niat untuk melakukan puasa pada  malam harinya, maka tidak ada puasa baginya" [2]
Niat itu tempatnya di  dalam hati, dan melafazdkannya adalah bid'ah yang sesat, walaupun manusia  menganggapnya sebagai satu perbuatan baik. Kewajiban niat semenjak malam harinya  ini hanya khusus untuk puasa wajib saja, karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi  wa sallam pernah datang ke Aisyah pada selain bulan Ramadhan, kemudian beliau  bersabda.
"Artinya : Apakah engkau punya santapan siang ? Maka jika tidak  ada aku akan berpuasa" [Hadits Riwayat Muslim 1154]
Hal ini juga  dilakukan oleh para sahabat, (seperti) Abu Darda', Abu Thalhah, Abu Hurairah,  Ibnu 'Abbas, Hudzaifah Ibnul Yaman Radhiyallahu 'anhum dibawah benderanya  Sayyidnya bani Adam [Lihatlah dan takhrijnya dalam Taghliqul Ta'liq  3/144-147]
Ini berlaku (hanya) pada puasa sunnah saja, dan hal ini  menunjukkan wajibnya niat di malam harinya sebelum terbit fajar pada puasa  wajib. Wallahu Ta'ala a'lam 
[2]. Kemampuan Adalah Dasar Pembebanan  Syari'at
Barangsiapa yang mendapati bulan Ramadhan tetapi dia tidak tahu  sehingga diapun makan dan minum, kemudian baru tahu, maka dia harus menahan diri  (makan, minum dan hal-hal yang membatalkan puasa lainnya, -ed) serta  menyempurnakan puasanya tersebut (tidak perlu di qadha'). Barangsiapa yang belum  makan dan minum (tetapi tidak tahu sudah masuk bulan Ramadhan), maka tidak  disyaratkan baginya niat pada malam hari, karena hal itu tidak mampu  dilakukannya (karena dia tidak tahu telah masuk Ramadhan-ed) dan termasuk dari  ushul syari'at yang telah ditetapkan : "Kemampuan adalah dasar pembebanan  Syari'at".
Dari Aisyah Radhiyallahu 'anha, (dia berkata).
"Artinya  : Adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah memerintahkan puasa  Asyura, maka ketika diwajibkan puasa Ramadhan, maka bagi yang mau puasa Asyura  diperbolehkan, dan yang mau berbuka dipersilahkan" [Hadits Riwayat Bukhari 4/212  dan Muslim 1135]
Dan dari Salamah bin Al-Akwa' Radhiyallahu, ia  berkata.
"Artinya : Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruh seorang  dari bani Aslam untuk mengumumkan kepada manusia, bahwasanya barangsiapa yang  sudah makan hendaklah puasa sampai maghrib, dan barangsiapa yang belum makan  teruskanlah berpuasa karena hari ini adalah hari Asyura" [Hadits Riwayat Bukhari  4/216, Muslim 1135]
Puasa hari Asyura dulunya adalah wajib, kemudian  dimansukh (dihapus kewajiban tersebut), mereka telah diperintahkan untuk tidak  makan dari mulai siang dan itu cukup bagi mereka. Puasa Ramadhan adalah puasa  wajib, maka hukumnya sama dengan puasa Asyura ketika masih wajib, tidak berubah  (berbeda) sedikitpun.
[3]. Perbedaan Pendapat Sebagian  Ulama
Ketahuilah saudara seiman, bahwa seluruh dalil menerangkan bahwa  puasa Asyura ini wajib karena adanya perintah untuk puasa di hari tersebut  sebagaimana pada hadits Aisyah, kemudian kewajiban ditekankan lagi karena  diserukan secara umum, ditambah lagi dengan perintah orang yang makan untuk  menahan diri (tidak makan lagi) sebagaiamana dalam hadits Salamah bin Akwa'  tadi, serta hadits Muhamamad bin Shaifi Al-Anshary : Rasulullah Shallallahu  'alaihi wa sallam keluar menemui kami pada hari Asyura kemudian beliau bersabda  : "Apakah kalian puasa pada hari ini ?" sebagian mereka menjawab : "Ya" dan  sebagian yang lainnya menjawab : "Tidak" (Kemudian) beliau bersabda :  "Sempurnakanlah puasa hari pada sisa hari ini". Dan beliau menyuruh mereka untuk  memberitahu penduduk Arrud (di) kota Madinah -untuk menyempurnakan sisa hari  mereka" 
Yang memutuskan perselisihan ini adalah perkataan Ibnu Mas'ud  : "Ketika diwajibkan puasa Ramadhan ditinggalkanlah Asyura".
Dan  ucapan Aisyah  : "Ketika turun kewajiban puasa Ramadhan, maka Ramadhanlah  yang wajib dan ditinggalkanlah Asyura (berartti puasa Asyura tidak wajib lagi  hukumnya -pent)
Walaupun demikian sunnahnya puasa Asyura tidak  dihilangkan, sebagaimana yang dinukil Al-Hafidzh dalam Fathul Bari 4/264 dari  Ibnu Abdil Barr. Maka jelas lah bahwa sunnahnya puasa Asyura masih ada, sedang  yang dihapus hanya kewajibannya. Wallahu a'lam.
Sebagian (ahlul ilmi)  yang lainnya menyatakan : Jika puasa wajib telah mansukh (dihapus), maka dihapus  juga hukum-hukum yang menyertainya. Yang benar (bahwa) hadits-hadits tentang  Asyura menunjukkan beberapa perkara (yaitu) :
[a]. Wajibnya puasa  Asyura
[b]. Barangsiapa yang tidak niat di malam hari ketika puasa wajib  sebelum terbitnya fajar karena tidak tahu, maka tidaklah rusak puasanya,  dan
[c]. Barangsiapa makan dan minum kemudian tahu di sisa hari tersebut,  maka tidak wajib mengqadha'
Yang mansukh adalah perkara yang pertama,  hingga Asyura hanyalah sunnah sebagaimana yang telah dijelaskan. Dimansukhkannya  hukum tersebut bukan berarti menghapus hukum-hukum lainnya. Walalhu  a'lam.
Mereka berdalil dengan hadits Abu Dawud 2447 dan Ahmad 5/409 dari  jalan Qatadah dari Abdurrahman bin Salamah dari pamannya, ia berkata : "Bahwa  bani Aslam pernah mendatangi Nabi, kemudian beliau bersabda : "Kalian puasa hari  ini?" Mereka menjawab, "Tidak" Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam  bersabda, "Sempurnakanlah sisa hari ini kemudian qadha'lah kalian"
Hadits  ini lemah karena ada dua illat (cacat) yaitu :
[1]. Majhulnya (tidak  dikenalnya) Abdurrahman bin Salamah. Adz-Dzahabi berkata tentangnya di dalam  Al-Mizan 2/567 : "(Dia) tidak dikenal" Al-Hafidz berkata dalam At-Tahdzib 6/239  : "Keduanya majhul". Dibawakan oleh Ibnu Abi Hatim di dalam Al-Jarhu wa Ta'dil  5/288, tidak disebutkan padanya Jarh atau Ta'dil.
[2]. Ada 'an-anah  Qatadah, padahal dia seorang mudallis
 Oleh
Syaikh Salim bin 'Ied Al-Hilaaly
Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid
No comments:
Post a Comment